Festival Budaya Karapan Sapi Madura Di Provinsi Jawa Timur

Karapan sapi adalah tradisi khas masyarakat Madura yang digelar setiap tahun pada akhir bulan Agustus atau awal bulan September, dan dilombakan lagi untuk final pada akhir bulan September atau Oktober. Nggak cuma jadi ajang lomba, tradisi Karapan Sapi ini juga merupakan ajang pesta rakyat dan tradisi prestis, yang bisa ngangkat status sosial seseorang, dan udah jadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Wow!


Sejarah awal mula Karapan Sapi nggak ada yang tau pasti, tapi berdasarkan sumber lisan yang diwariskan turun temurun, diketahui Karapan Sapi dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur buat lahan pertanian. Suatu hari, seorang ulama Sumenep, Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) ngenalin cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal masyarakat Madura dengan sebutan nanggala atau salaga yang ditarik pakai dua ekor sapi. Jadi awalnya mau manfaatin tenaga sapi sebagai pengolah sawah gitu, deh..

Setelah masa panen tiba sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Katandur punya inisiatif ngajak warga di desanya untuk ngadain balapan sapi. Area tanah sawah yang udah dipanen dimanfaatin jadi arenanya. Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Katandur itu yang sampai sekarang terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Cuma namanya aja yang diganti jadi lebih populer: “Karapan Sapi”.

Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sapi yang menarik dari sapi itu dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan suami sapi. Trek pacuan biasanya sekitar 100 meter dan lomba dapat berlangsung sekitar detik hingga satu menit. Beberapa kota di Madura pengelola karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.

Sejarah :

Awal mula kerapan sapi dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan matapencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

Suatu Ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan masyarakat madura dengan sebutan "nanggala" atau "salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen habis. Karapan Sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi musik saronen.
Beberapa peralatan yang penting dalam Karapan Sapi yaitu kaleles dan pangonong, pangangguy dan rarenggan (pakaian dan perhiasan), rokong (alat buat mengejutkan sapi agar berlari cepat). Dalam Karapan Sapi juga nggak ketinggalan adanya saronen, yaitu perangkat instrumen penggiring Karapan. Perangkatnya terdiri dari saronen, gendang, kenong, kempul, krecek, dan gong. Meriah ya!


Pelaksanaan Karapan Sapi :


Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu : babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.

Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang memempati kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok.

babak Ketiga atau semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.

Kritik :


Karapan sapi dikritik berbagai pihak seperti Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah daerah di Madura karena tradisi kekerasan rekeng yang dilakukan pemilik sapi. MUI Pamekasan sudah memfatwakan haram. Tradisi rekeng karena pengakuan pencuci mulut, dan Gubernur Jawa Timur. Saat ini masih berlanjut di kalangan pekerja karapan sapi.

Umumnya pesta rakyat, penyelenggaraan Karapan Sapi sangat diminati masyarakat Madura. Dalam pesta rakyat ini berbagai kalangan berbaur jadi satu dalam atmosfir sportivitas dan kegembiraan. Sisi lain yang menarik penonton dari Karapan Sapi adalah kesempatan untuk memasang taruhan antar sesama penonton. Jumlah taruhannya pun bervariasi, mulai dari yang kelas seribu rupiahan sampai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Biasanya penonton yang berdiri disepanjang arena taruhannya kecil, nggak sampai jutaan. Tapi para petaruh besar, sebagian besar duduk di podium atau hanya melihat dari tempat kejauhan. Transaksinya dilakukan di luar arena, dan biasanya berlangsung malam hari sebelum Karapan Sapi dimulai.
Berdasarkan tradisi masyarakat pemilik sapi karapan, menjelang sapi diterjunkan ke arena, sapi dilukai di bagian pantatnya dengan cara diparut pakai paku sampai kulitnya berdarah biar sapi bisa berlari cepat. Bahkan luka itu diberi sambal atau balsem yang dioles-oleskan di bagian tubuh tertentu antara lain di sekitar mata. Hiii… Kasihan ya, Guys… Dari situlah, meski udah bertahun-tahun diadakan dan menjadi tradisi, pelaksanaan Karapan Sapi ini tetap menuai kritik dari berbagai pihak, seperti Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah daerah Madura karena tradisi kekerasan rekeng yang dilakukan oleh para pemilik sapi.
MUI Pamekasan pun sudah memfatwakan haram soal tradisi rekeng ini karena dinilai menyakiti sapi. Begitupun Gubernur Jawa Timur yang melalui Instruksi Gubernur udah nyatain pelanggaran tradisi rekeng. Tapi walau demikian, tradisi ini tetap berlanjut di kalangan para pelaku Karapan Sapi sampai sekarang.





Related : Festival Budaya Karapan Sapi Madura Di Provinsi Jawa Timur

0 Komentar untuk "Festival Budaya Karapan Sapi Madura Di Provinsi Jawa Timur"

Thanks banget ya udah Baca postingan dari saya. Silahkan Ikuti dan Share jika kalian suka & jangan lupa coment dibawah yah guys✌
Saya usahain akan balas semua coment dari kalian..☺

Note: Only a member of this blog may post a comment.

iklan

">